Saat itu, aku memang sudah menjawab pertanyaan yang kamu ajukan, namun menurutku, aku akan menjelaskan secara spesifiknya disini, sebagai luapan kejelasan dari jawabanku yang mungkin kurang menjelaskan semuanya bagimu. Karena disini, tidak ada yang membebani, lain halnya ketika menjawabnya ke kamu, rasanya seperti orang bodoh yang mengerti apa yang akan dikatakan namun tidak bisa mengungkapkannya.
-
Kamu sempat bertanya tentang rasa, rasa yang dulu pernah aku ungkapkan sebelumnya. Dan juga tentang kebenaran untuk menunggumu. Aku akan menjelaskannya disini, semuanya. Mungkin kamu tidak akan mengetahuinya, karena mungkin kamu tidak tahu keberadaan blog ini. Yah...maaf, aku masih terlalu pengecut untuk memberikan jawaban semuanya.
Mengenai rasa, mungkin tidak banyak yang bisa aku jelaskan lagi, karena semuanya sudah aku jelaskan, bukan dengan kata-kata yang aku ucapkan, melainkan secara tidak langsung yang sehari-harinya aku terapkan. Mungkin kamu tidak sadar, tapi ketahuilah. Rasa itu selalu ada mengiringi hari-hariku, setiap harinya, kemanapun aku pergi.
Sedikitpun aku tidak pernah berpikir tentang untuk menghentikan semua rasa itu. Aku hanya membebaskan kemana inginnya rasa itu berlabuh, tanpa memaksanya untuk mencari hati yang lain untuknya berteduh. Dengan berharap aku tidak akan pernah jenuh.
Sekalipun kamu membuatnya jenuh, rasa itu tidak pernah kabur, yang ada hanya akan membuatnya semakin kencang berdebur. Itulah yang menjadi alasan kenapa aku terus menerus membawa rasa itu sampai sekarang ini. Aku hanya tidak ingin melihatnya terombang-ambing harapan ketidakpastian, maka aku mengajaknya untuk bersahabat dengan ketidakpastian.
Tidakkah kamu mengetahui begitu seriusnya raut wajahku ketika mengatakannya dahulu pertama kali kepadamu? Ya, andai saja kamu menatapnya secara langsung waktu itu. Dengan penuh keyakinan aku lontarkan ke kamu, dengan cara yang kurang keren. Begitu juga dengan yang lalu, masih sama seriusnya dari yang dulu. Tidak ada yang berubah. Juga dengan cara yang kurang keren.
Mengenai keseriusanku untuk menunggumu yang pernah aku lontarkan terdahulu, masihkah kamu ragu denganku, dengan semua rasaku, dengan semua keseriusanku? Kurasa aku bukan tipe orang yang suka bercanda, ketika sedang membicarakan hal serius seperti itu.
Setiap orang mempunyai mimpi ataupun harapan, begitu juga denganku. Walau aku tahu semuanya juga butuh realistis, tapi aku lebih memilih untuk mengejar dan memperjuangkannya, daripada hanya diam dan menyimpannya sepanjang hidupku.
Dengan semua keyakinanku, aku bawa harapan-harapan yang berhadapan dengan resiko ketidakpastian itu melewati hari demi hari selama tujuh bulan ini dari pertama aku mengatakan 'menunggu' padamu. Aku hanya bersabar, dan berusaha untuk tidak terus menikmati semua harap itu, yang nantinya akan membunuhku sendiri, jika semuanya tidak seperti yang aku kehendaki.
Terkadang aku sering bergumam kecil dari balik pesan-pesan yang aku kirimkan ke kamu, seraya berbisik padamu. "Ajari aku untuk sabar menunggu, disela-sela ketidakpastian begitu erat merangkulku."
Terkadang karena terlalu lama diabaikan, aku sendiri lupa dimana tempatku menaruh harapan. Setidaknya itu yang sempat aku rasakan. Saat kamu hanya mengabaikan pesan-pesan singkatku waktu itu. Setiap harinya. Mungkin.
Dan terkadang aku membenci malam, kadang juga aku menyukainya. Aku membenci malam karena sering terdapat bayang-bayang yang kerap membuat malam menjadi mengerikan, dingin, penuh dengan pilu karena rindu yang teraibaikan. Tapi aku juga menyukai malam, lewat mimpi-mimpi yang hadir didalamnya.
Aku sering bermimpi, tentang aku kamu menjadi kita. Melewati hari-hari kita penuh tawa, dengan cinta yang selalu terjaga. Aku benci ketika harus dibangunkan oleh pagi, yang dengan demikian juga berakhir semua mimpi tadi. Bagiku mimpi itu bunga tidur, yang kadang didalamnya terselip harapan dan impian menjadi kenyataan.
Aku juga sempat berpikir kalau memperjuangkan kamu----orang yang tidak pernah ingin diperjuangkan, itu kesalahan.
Dari itu semua aku sedikit demi sedikit mulai belajar memahami dengan apa yang aku rasa sampai saat ini, sampai akhirnya aku mengerti kalau ini bukan sekedar keinginan, melainkan sebuah kesiapan.
Kesiapan untuk patah hati, kesiapan untuk ikhlas merelakan jika akhirnya kamu memilih untuk menolakku. Ataupun kesiapan untuk memulai langkah dengan awal yang baru, jika kamu menerimaku.
Pada akhirnya kamu bilang "Serius? Belum tahu kan kalau aku cueknya gimana?". Aku akan dengan tegas menjawabnya tanpa keraguan "Aku serius untuk menghadapi semuanya, termasuk untuk bisa lebih mengerti gimana cueknya kamu."
Dan terakhir, kamu bilang "Takutnya malah buat nyesel kamu". Santai saja, kamu tidak perlu memikirkan itu semua, karena semua keputusan yang aku ambil ini sudah aku pikirkan berulang-ulang, aku juga sudah siap dengan semua resiko yang ada. Dan aku berjanji, aku tidak akan menyesalinya suatu hari nanti.
-
Dihari itu juga, dimalam Nisfu Sya'ban. Minggu, 23 Juni 2013. Tercipta sebuah awal, untuk melangkah kedepan di bawah keikhlasan orang lain, orang yang katanya dipersiapkan oleh Tuhan, yang disesuaikan denganku dengan segala kepantasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar